Rabu, 10 Mei 2017


Wartaagro.com – Permintaan minyak atsiri cukup besar. Untuk menghasilkan minyak tersebut, dibutuhkan tumbuhan nilam. Kandungan bahan fiksatif, minyak atsiri digunakan sebagai pengikat aroma wewangian. Minyak atsiri biasanya dipakai oleh industri kosmetik dan makanan.
Indonesia adalah negara penghasil nilam terbesar di dunia. Sekitar 90% kebutuhan minyak nilam dunia disuplai dari Indonesia. Namun, masih sedikit yang mengetahui peluang ekspor terebut. 
Budi Handoyo, seorang pebudidaya nilam asal Tangerang Selatan, Banten termasuk yang jeli melihat peluang itu. Bersama dengan tiga orang temannya, Budi memutuskan untuk membudidayakan nilam sejak empat tahun lalu. Dengan luas tanah 4,5 hektar di sekitar Cianjur, Jawa Barat, ia kini menyediakan bibit nilam, daun kering dan rantingnya untuk memenuhi kebutuhan pasar nilam.
“Satu hektar idealnya berisi 15.000 bibit. Nah, nilai ekonomis akan tercapai kalau punya lahan seluas 3 hektare,” ungkap Budi.
Bibit nilam diperoleh dengan cara stek batang. Satu bibit tanaman nilam dihargai Rp 1.500 per batang.
Sedangkan daun kering nilam dihargai Rp 10.000–Rp 15.000 per kilogram (kg). Daun kering inilah yang nantinya disuling hingga menghasilkan minyak nilam.
Biasanya dari daun basah akan susut 70% menjadi daun kering. Untuk batangnya, dijual dengan harga Rp 7.000–Rp 10.000 per kg.
Konsumen bibit dan daun kering nilam milik Budi datang dari berbagai daerah di Jawa Timur, Bengkulu, Jawa Tengah, dan Sulawesi. Biasanya mereka membeli nilam untuk dijual lagi atau disuling menjadi minyak.
“Kebanyakan orang-orang sekarang jadi penyulingnya saja karena harga minyak lebih mahal daripada bahan bakunya. 1 kg minyak nilam harganya Rp 700.000–Rp 800.000," jelas Budi.
Lantaran itu, permintaan bahan baku seperti daun kering dan batang nilam sangat tinggi di pasaran. Persoalannya, sekarang jumlah petani nilam sangat sedikit. "Kadang hasil produksi kami tak bisa melayani semua orderan,” ujarnya.
Dalam satu kali panen, kebun nilam milik Budi bisa menghasilkan 67,5 ton daun nilam basah. Jika dijadikan nilam kering, beratnya sekitar 20,25 ton. Praktis dalam satu bulan omzet yang didapatnya sekitar Rp 202,5 juta hingga Rp 303,75 juta.
Pembudidaya lainnya adalah Budi Kusumo di Ciherang, Cianjur, Jawa Barat. Ia membudidayakan tanaman nilam sejak tahun 2011 di atas lahan seluas 5 hektare.
Saat ini, ia mampu menghasilkan 45.000 bibit per minggu. Dari penjualan bibit saja, ia bisa meraup omzet hingga Rp 67,5 juta per minggu. 
Pupuk dan air jadi kebutuhan utama
Budidaya nilam tidak terlalu sulit. Tanaman  dengan nama latin Pogostemon cablin ini cocok dikembangkan di lahan dengan ketinggian antara 40 meter di atas permukaan laut (mdpl)–1.400 mdpl.
Tanaman nilam bisa dikembangkan dengan sistem stek yang diambil dari batang atau cabang yang sudah mengeras di bagian tengah.
Setelah dilakukan penyetekan, siapkan bedengan persemaian dengan ukuran lebar 1,5 meter (m), tinggi 30 sentimeter (cm), dan panjang tergantung kebutuhan. Ada pun parit dibuat selebar 30 cm–40 cm dan dalamnya 50 cm.
Tanah bedengan diolah sampai gembur dicampur pasir dengan perbandingan 2:1. Selanjutnya diberi pupuk kandang matang yang telah dicampur Natural GLIO (1 sachet Natural GLIO + 25-50 kg pupuk kandang).
Buat naungan menghadap ke timur dengan ketinggian 180 cm timur dan 120 cm barat, letakkan daun kelapa atau alang-alang di atas para-para.
Stek ditanam posisi miring, bersudut 450 sedalam 10 cm dan jarak tanam 10 x 10 cm. Setiap lubang ditanami 2-3 setek, sebagai cadangan jika ada yang mati. Setelah umur tiga sampai empat minggu, bibit sudah siap dipindahkan ke lapangan. 
Butuh enam sampai tujuh bulan dari waktu awal menanam hingga panen. Di fase selanjutnya bisa panen setiap tiga bulan sekali. 
Budi Handoyo mengatakan, pemberian pupuk dilakukan hanya dua kali. Yakni, saat awal menyemai bibit dan sesaat setelah panen untuk menjaga kesuburan tanah.
“Selain pupuk, yang penting diperhatikan itu masalah air. Tanaman nilam tak bisa dibiarkan kering begitu saja," jelas Budi. Menurutnya, bila kekeringan tanaman nilam bisa gagal panen.
Soal hama, musuh utama tanaman ini adalah ulat pengerek batang dan belalang. Ulat bisa membuat batang menjadi keriting dan belalang membuat daun nilam menjadi bolong-bolong. "Tapi, kan, kita menjual dalam kondisi kering, jadi tidak berdampak, mau bolong juga tidak apa-apa. Yang penting ada air, jangan sampai kekeringan,” ucapnya.
Saat panen, batang nilam dibabat sepertiganya, ditinggal untuk bibit baru. Budi Kusumo, pebudidaya lainnya, menambahkan, saat menyemai bibit dengan sistem stek, perlu dibuatkan jalur air dan gundukan untuk mencegah air menggenangi stek agar tidak busuk.
Jika stek batang sudah berumur satu minggu dan terlihat pertumbuhan tunas, penyiraman bibit harus dilakukan dua kali dalam sehari. Setelah umur tiga minggu sampai empat minggu, bibit sudah siap dipindahkan ke lapangan. "Penyiraman tetap harus rutin dilakukan karena nilam butuh air," katanya. (kontan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AGROINDUSTRI.ID –  Nilam atau dalam bahasa latin disebut  Pogostemon Cablin merupakan tanaman yang berasal dari Filipina yang memiliki tin...